Diposkan pada Chaptered, Comedy, Family, Fanfiction, Friendship, Genre, Original Fiction, PG 15, Rating, Romance, Type

Philophobia [6. One Step Closer]

20190916_175750_0000

Part 6

One step Closer

Before : Part 5

“MANA ADA !”

Bienka tergelak tawanya untuk kesekian kalinya melihat Daniel dan Junaid bergantian yang sedang memegangi perut mereka yang sakit dikarenakan tertawa, “Beneran tanya sendiri anjir kalo dia dateng !”sambung Daniel sambil menunjuk –nunjuk Bienka dengan stick balloon.

“Seriusan dia ngigo gitu bii, Hhh Bien jangan lama –lama kesel gue pegang banner hshsh. Gue kemarin sama Daniel, Wira langsung ketawa terus dia bangun bilang berisik gitu.”Junaid menambahkan sambil memeragakan bagaimana orang tersebut berbicara. “Asli gila kalo lo disana pasti udah lo kata-katain si Adimas.”

“Oh, kalian dari tadi ngomongin gue ? Pantes panas banget kuping gue.”kata seseorang diambang Pintu sambil mengangkat kardus, “Bagus ya, CO kesek malah jadi perkap disini terus CO perkap jadi anak pdd bareng sama anak kesek.”omelnya sambil menaruh kardus tersebut ke dalam sekretariat BEM.

“Bacot lu bahlul sini.”kata Bienka kemudian menyuruh Adimas duduk disampingnya, “Semalem ngapain lu, mimpi apa hah ?”

Adimas menaikkan alisnya, “Hah mimpi apa gimana ?”

“Semalem lu ngigo tau dim, Bien jangan lama –lama.”kata Daniel menirukan gerakan Adimas lagi.

Buruan Bien, tangan gue pegel pegang banner..”Junaid ikut menambahkan dengan aksen yang dibuat sama ketika Dimas tertidur, lalu ketiga orang di sekre tergelak tawanya bersama seperti saat pertama. Sedangkan Adimas hanya diam mencerna apa yang mereka tertawakan sejak tadi.

“Kalo gainget yaudah, gue tau lo pikun akut. Udah-udah kasian otak lu.”kata Bienka setelah tertawa dan menepuk –nepuk bahu Adimas, “Gue mau ke kopma, kalean ada mo nitip ?”

“Ultramilk coklat.”

“Aqua.”

“Rebo jangan lupa.”

Kemudian Bienka berlalu sambil berjalan keluar sekre menuju koperasi mahasiswa yang letaknya memang cukup jauh dari gedung mereka. Hitung –hitung ia melakukan gerakan hidup sehat masyarakat, jadi ia berjalan untuk menghasilkan keringat dan aktivitas fisik yang cukup. Melihat banyak mahasiswa mengantre membuatnya langsung memutar balikkan badan, cari tempat lain cari tempat lain, ucapnya terlebih pada dirinya sendiri.

Ia berjalan beberapa saat kemudian berhenti di kantin terpadu fakultas teknik, tidak begitu ramai tapi yang Bienka tidak terlalu suka adalah. Asap rokoknya, ya meskipun anak –anak di jurusannya juga mayoritas perokok tapi Bienka bukan seseorang yang nyaman atau tolerir dengan asap nikotin itu.

Dengan nafas yang sengaja ia tahan dan hemat –hemat, ia menyelesaikan transaksinya dan mulai berjalan kembali menuju sekre untuk mengkonsumsi dan juga mengantarkan pesanan teman- temannya. “Bi !”

MAMPUS, INI SIAPA YANG MANGGIL GUE BI BI BI DI KAMPUS !

Laki –laki itu berlari menuju ke arah Bienka, “Hey, kok sendirian sih.”

BENERAN KEANO

“Hei, kok lu sampe di kampus gue sih ?”tanya Bienka berbasa-basi sambil menyipitkan mata, pasalnya Keano berdiri disamping Bienka tepat membawahi sinar matahari yang membuatnya makin bersinar dibawah terik siang hari ini.

“Hah, iya lagi survey tugas pkm nih. Minat ngisi nggak ?”katanya sambil menyerahkan selembar kertas formulir pada Bienka, em lebih tepatnya sih kuisioner.

“Sasarannya anak teknik ?”tanya Bienka lagi sembari mengoreksi, menghindari tatapan Keano yang jelas membuat hatinya bergetar terus menerus bak jelly. “Lah, psikologi gitu.”katanya sambil menatap Keano kembali, dengan mendongak sambil menyipitkan mata.

Iya, cahaya matahari itu masih ada di kepala Keano.

“Hehe, lo bukan psikologi ya ? Waduh lupa.”

Kalo modus jangan goblok dong keano. Sahut Bienka di dalam hati, “Yaudah kalo gitu mah ke Psikologi lah, masak ke gua.”kata Bienka menyerahkan kertas tersebut kembali ke Keano dan kemudian mengambil tas plastic yang berisi jajanan teman –temannya tadi.

“Bisa bawa ngga sini gue –“

“Bienka lama !!!”teriak Daniel yang berjalan perlahan menuju dirinya dan Keano, “Laper nih, backdrop juga udah dateng. Mau dipasang kapan..”katanya menyambung dan memandang Keano dari atas ke bawah. Kemejanya rapih, pakai celana kain, kerahnya dilipat bagus, rambunya juga tidak berantakan.

Daniel seratus persen yakin, dia bukan anak teknik.

“Nih bawain, berat.”keluh Bienka memberikan satu kantung plastic ke tangan Daniel, pemuda itu cengengesan melihat Bienka.

“Iya beb sini aku bawain.”katanya, Keano melirik cepat ke Bienka dan Daniel dengan mata melebar.

Bienka cuma mencibir, baru dibawain gini aja ngalus dasar buaya kata dia didalem hati. Ia melirik ke Keano, garis rahangnya terlihat kaku sesaat setelah Daniel memanggilnya begitu.

“Kenapa masih disini no ? Psikologi di barat gedung KaMa Teknik. Tuh yang warnanya abu-abu, udah 2 tahun masa gak apal ?”kata Bienka, Keano tertawa canggung.

“Pacar bi ?”

Daniel menaikkan alis, “Dia manggil lu babi ?”bisiknya mendekat ke Bienka, Keano langsung membuang muka.

Laki –laki memang pintar ya membaca situasi yang seperti ini ? Bienka jadi bersyukur berkali –kali lipat karena lolos masuk Teknik. “Bukan, ehe. Udah lu balik aja, tiati.”kata Bienka dan menarik Daniel untuk kembali ke sekre.

Daniel sempat melambai –lambai ke Keano dan tersenyum setelah tangannya mengamit bahu Bienka.

“Keano, lu ngapain sih. Matahin hati lu sendiri ?”Keano menyahuti suara hatinya sendiri.

“Mantan lu ya tadi ?”kata Daniel setelah mendapat makanan titipannya tadi, lebih tepatnya setelah berkumpul ditengah hall akan mengerjakan banner untuk futsal sore nanti.

Bibir Daniel licin.

“Hah ? Keano ?”sahut Kinan, padahal ia baru saja sibuk dengan proposal.

“Ngga ngerti, rapih banget. Keknya anak –anak kesehatan gitu, orang kemeja sama cukuran rambutnya rapih. Parfumnya juga bukan anak engineering banget.”

“Hah ? emang parfum anak engineering apa ? Bensin ?”sahut Wira.

“Bukanlah, oli. Hahahahahah..”

Bienka memutar bola matanya malas, “Kalo diem bener tuh.”celetuk Adimas sambil tersenyum –senyum. “Kita godain deh kalo nanti kita ketemu si masnya !”

“Hayuk !”

“Ya Tuhan, sumpah kalian kurang kerjaan. Mending ini diselesaiin, ngapain ngurusin mantan gua.”

“3-1, wagelaaa anak Mesin emang tehnikal menendangnya sesuatu sekali ya ini kak Selgi !”

“Iya nih kak Erwira, wah memang memantul jakandor nih Teknik Mesin, pendukungnya mana suaranya ?!”

Waktu berlalu cepat, tidak terasa ini sudah memasuki minggu ke-3 Techno Fest yang artinya malam puncaknya akan terlaksana minggu depan. Bienka was –was, mendekati hari –hari besar biasanya halangan makin banyak. Tidak masalah kalau halangannya dari hari ini, bisa diselesaikan. Kalau sudah h-1, Bienka bisa apa ?

“Ultramilk mau ngga ?”Adimas tiba-tiba sudah berdiri disamping Bienka dengan napas terengah, oiya cowok ini sempat mewakili jurusannya a.k.a Teknik Sipil untuk bermain Futsal dan lolos ke babak semifinal.

Bienka menerima uluran kotak susu dari Adimas, tanpa mengucap terima kasih atau semacamnya Bienka langsung meminum susu tersebut sambil memantau anak –anak sie nya kalau-kalau butuh joki pengganti, “Uhuk ! Ih kok vanilla !”serunya sambil terbatuk, “Mau air putih !”serunya berlanjut.

“Lah bukan vanilla ini, Full cream ini tuh.”Kata Adimas kemudian menyodori air mineral botol miliknya, “Punya gue, jangan diabisin, abis ini gue tanding lagi.”

“Ihh, kan gue gasuka susu putih !”

“Ya mana gue tau sih, bin.”

“Cih, gak perhatian lo sama gue. Daniel aja hapal kalo gue gabisa minum susu selain susu coklat.”kata Bienka kemudian memberikan kotak susu tersebut ke Adimas, “Tuh buat lo aja!”

“Yeee, gak bilang makasih malah marah-marah.”tukasnya kemudian meneguk susu tersebut, “Btw minggu depan udah hari terakhir techno fast, gak kerasa ya bi ?”

“Iya, bagus dong gue gak ketemu lo lagi.”

Bienka tertawa melihat ekspresi Adimas yang langsung berubah masam, “Astaga bercanda anjir dim, beneran marah.”katanya sambil menepuk –nepuk lengan Adimas. Kebiasaan Bienka akhir –akhir ini, “Tapi dari semua kepanitiaan yang pernah gue ikutin, ini terbaik sih. Gak ada yang gue gak kenal anaknya, yaa kecuali yang pasif sih.”

“Dangdut banget lu.”sahut Adimas, “Tapi iya sih, ini kepanitiaan ini pertama kalinya gue jadi CO dan gue jadi bisa berbaur santai sama orang –orang.”

“Lah dangdut juga tuh.”balas Bienka.

Adimas kemudian mengelap keringatnya di dahi dan lehernya, kemudian melemparkannya ke Bienka dan berlari setelahnya, “MAKAN ITU BIN ! KERINGAT SEMANGAT GUE !”

“BUSUK ADIMAS, BAU BUSUK !!”

Babak kali ini selesai dengan pemenang Teknik Mesin, Bienka berlari menuju ke arah Aruzie yang melambai. “Bin minta ganti bentar ya, gue mau ke belakang nih sekalian solat.”katanya yang kemudian diangguki oleh Bienka.

“Eh, elu yang job ?”Daniel yang baru saja masuk karena akan bertanding menyapa, “Hati –hati bin, kak Sandi kalo nendang suka keras. Kameranya mbak Chantika pernah rusak gara –gara dia.”

Bienka mau nangis.

Sebenarnya dari awal ia membagi job ia selalu menghindari futsal karena, ia pernah memiliki pengalaman kurang lebih serupa seperti yang dialami Chantika, tapi masih selamat karena dulu Keano masih melindungi dirinya plus kameranya.

“Doain gue, semoga gak kenapa –kenapa.”

“Gue sih doain kameranya, elu kenapa –kenapa gue bodoamat.”

Bienka hanya bisa menendang tulang kering Daniel dengan keras, tidak peduli apa efeknya nanti untuk tanding. “Hey Biennnn..”

“Apa lu, sana main.”

“Fotoin gue yang bagus ya, kalo gue nyetak gol nanti kita jadian.”

“Adimas banyak bacot, sana main !”kata Bienka yang gemas karena memang sudah-sangat-kebal dengan gombalan ringan Adimas ataupun Daniel.

Permainan berlangsung, Teknik Sipil dengan Teknik Elektro. Berlangsung sangat sengit, permainan sudah berlangsung 15 menit tapi belum kunjung mendapatkan gol dari masing –masing tim. Tim pendukung juga tak kalah panas, Sandi dan salah satu senior yang Bienka tau namanya Arjuna –tau dari registrasi –itu makin gencar berkilah. Kartu kuning sudah dua kali dikeluarkan untuk Arjun dan Sandi.

Tiba –tiba ekor matanya menangkap Adimas yang sedang terengah –engah di dekat gawang, bukan. Bukan kipper, Adimas menengok dan matanya bertemu. Bak drama yang diikuti dengan Original Soundtrack, Adimas tersenyum dengan menampilkan gigi kelincinya yang membuat Bienka tersihir ikut tersenyum.

“BIENKA, AWAS KAMERA !!”

Teriakan Daniel dan Chantika bersahutan dalam sepersekian detik yang berlalu begitu cepat, jantung Bienka tidak terkontrol. Selain trauma terhadap cinta, ia juga trauma terkena bola.

Kali ini ia membalikkan badan menyembunyikan kameranya, bersiap jika punggungnya terkena bola yang sangat keras tentunya karena pertandingan sengit ini.

Tapi, yang Bienka dengar hanya suara hantaman dan suasanya sekitarnya yang terlihat lebih gelap karena bayangan seseorang.

Bruk !

Adimas !”

Bienka membalikkan badan dan disana ia melihat Adimas tergeletak sambil merintih kesakitan.

To Be Continued

Songong sih Adimas sok sokan melindungi huhu, udah apdet 3 capek :”) Besok lagi wkwk bye !!!

Penulis:

Call me Al, Alice, 99L. A cold girl but can melt like ice cream. Allah, Muhammad, Writting {}

Tinggalkan komentar